Sunday, October 6, 2013

Posted by Unknown |
Penetrasi pengguna seluler di indonesia sudah mencapai 120% dengan jangkauan mencapai 95% dari total populasi. Jumlah simcard 260 juta, atau melebihi jumlah penduduk hanya 240 juta. Konstribusi terbesar dari pelanggan prabayar yang mencapai 95 persen. Sayangnya, dari 260 juta nomor tersebut hampir 98 persen di antaranya memakai nomor prabayar yang validitas datanya masih diragukan. Salah satu alasannya adalah alat untuk verifikasi belum ada standarnya sehingga harus menunggu e-KTP selesai.
Bukan rahasia jika sumber daya nomor terkesan dihambur-hamburkan oleh operator, sehingga dirasa semakin terbatas. Kondisi tersebut memunculkan tanda tanya besar apakah nomor telah digunakan secara efisien dan efektif. Operator kerap menghambur nomor telepon selularnya, antara lain lewat berbagai aksi promo. Disinyalir banyak kartu prepaid dijual dengan harga murah, dimana rata-rata berkisar Rp 5 ribu. Menyusul registrasi nomor pra bayar yang tak terkontrol bisa diisi asal-asalan dan setelah hangus seenaknya dibuang.
Dalam kenyataan dilapangan pengisian registrasi pra bayar cenderung tak berguna jika dimaksudkan sebagai identifikasi identitas pengguna. Berbeda dengan di luar negeri seperti Jepang ponsel sudah mirip seperti KTP yang bisa dijadikan alat identifikasi seseorang dengan data akurat dan tepat. Banyak nomor yang hangus, padahal sumber daya penomoran sudah sangat terbatas. Alhasil, pemerintah akan mempertimbangkan membatasi harga paling rendah kartu perdana guna menekan churn rate dan penyalahgunaan jasa telekomunikasi.
Hal tersebut dilakukan bukan untuk membebani konsumen tapi justru supaya operator lebih bertanggung jawab. Selain juga untuk menjaga efektifitas dan efisiensi penomoran. Operator hobi foya-foya nomor akibatnya sumber daya nomor telepon kian menipis, sehingga harus diselidiki seberapa jauh tingkat pemakaian nomor telepon di masing-masing operator. Dalam draf revisi Rancangan Peraturan Menteri tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi diusulkan harga minimal kartu perdana Rp100.000. Kepala Pusat Data dan Humas Kementrian Komunikasi dan Informatika, Gatot S Dewa Broto menilai hal itu akan menjadi poin kritis.
Pasal 6 draf revisi RPM tersebut menyebutkan kartu perdana wajib dijual dengan harga minimal seratus ribu rupiah. Harga tersebut tidak termasuk nilai deposit prabayar. BRTI dalam fungsi pengawasan dan pengendalian juga dapat menetapkan harga minimal yang lebih tinggi dari tersebut mempertimbangkan situasi yang berkembang. Selain itu, setiap penyelenggara telekomunikasi dilarang menjual lebih dari lima kartu perdana untuk satu calon pengguna. Nomor yang tidak aktif selama dua bulan terus-menerus wajib segera di non-aktifjan dan di daur-ulang.
Ketentuan lain dalam draf tersebut adalah nomor daur ulang yang akan dijual kembali wajib dicatat history-nya dan dipastikan tidak ada kewajiban yang beralih kepada pengguna berikutnya. Dalam Draft Permen yang beredar, pengenaan biaya yang mahal ini bertujuan untuk membatasi harga paling rendah kartu perdana guna menekan churn rate dan penyalahgunaan jasa telekomunikasi.
Sekedar catatan, sudah sejak lama ditengarai bahwa laporan jumlah pelanggan operator seluler pun ternyata tak transparan. Isu jumlah pelanggan dan sumber daya penomoran sebenarnya bukan hal baru. Di sisi lain, metode penghitungan pelanggan operator seluler cenderung tak transparan. Tercermin dari perilaku operator seluler yang saling klaim jumlah palanggan dengan hitungannya masing-masing. pernah pula mencuat kasus salah satu operator yang bahkan merevisi jumlah pelanggan.
Pada akhirnya, registrasi dan transparansi jumlah pelanggan valid menjual krusial. Pemerintah pun sempat berkilah akan menerapkan Single Identity Number (SIN) untuk mengatur kesemrautan penggunaan nomor seluler prabayar di indonesia. Sayang, realisasinya masih tak jelas. Masalah penomoran sudah harus diperhatikan secara serius. Pasalnya, jika tak ada tindakan preventif berupa kebijakan tertentu maka masalah besar bakal menghadang. Pelanggan sendiri saat ini sudah banyak yang dirugikan dan kena getahnya. Tengok saja, penggunaan nomor prabayar untuk kejahatan atau penipuan masih bergentayangan.

Kembali Ke Halaman Awal atau Melihat Daftar Isi

0 komentar:

Post a Comment