Saturday, May 18, 2013

Posted by Unknown |
Juni 1930 merupakan bulan yang sangat penting bagi Guglielmo Marconi, sang penemu radio. Di Theater Royal Institution, Rekannya John Ambrose Fleming sedang mempersiapkan alat yang akan membuat penontonnya terkesima. Alat tersebut adalah telegraf nirkabel. Marconi berdiri di Cornwall dan siap mengirim pesan ke dalam teater. Namun, secara tiba tiba alat tersebut sudah mengirimkan pesan dengan sendirinya. Isinya, satu kata yang kurang bersahabat lalu disusul sebuah puisi. Pelakunya adalah Nevil Maskelyne, pesulap asal inggris yang mengirim teks dari West End Music Hall, lokasi yang tidak jauh dari Theater Royal Institution. Inilah peristiwa hacking pertama dalam sejarah, tanpa menggunakan komputer. Fleming menyebut interupsi tersebut sebagai “Scientific Hooligans”. Alasan Maskeyle berambisi menghentikan paten Marconi berbeda. Ia ingin agar celah keamanan tersebut diketahui orang. Argumentasi inilah yang tetap digunakan hacker untuk menjustifikasi serangan mereka.
Sistem Operasi Unix Adalah Dasar Dari Hacking Modern
Common spirit, sebuah bahasa slang mulai berkembang di Massachusetts Institute Of Technology (MIT) sejak tahun 1961. Dengan dibangunnya Arpanet yang merupakan cikal bakal internet, para hacker dari berbagai universitas menemukan wadah bersama di era tahun 70-an. Kondisi ini semakin terbantu dengan kehadiran Unix sebagai sistem operasi universal. Menariknya, unix dapat berjalan pada setiap computer tanpa harus bergantung pada jenis dan modelnya.
Ketika Hacker di zaman ini masih meletakkan dasar untuk mewujudkan dunia yang saling terhubung, seperti proyek Open Source dan etika di Internet, technicfreaks lainnya justru memanfaatkan bakat yang dimiliki untuk tujuan yang kurang mulia. Contohnya, John T. Draper asal amerika serikat yang lebih dikenal sebagai “ Captain Crunch”. Draper berhasil mengecoh system telekomunikasi hanya dengan bantuan pluit mainan yang terdapat dalam bungkus cereal “Cap’n Crunch”. Peluit ini dapat menghasilkan dua nada, salah satunya memiliki frekuensi 2.600 Hertz. Dengan frekuensi tersebut, Drapper dapat memanipulasi sinyal data perusahaan perusahaan telepon dan terhubung ke segala penjuru dunia secara gratis. Pada tahun 1971, FBI mengambil tindakkan. Teknik ini dikenal sebagai “Phreaking”. Teknik ini juga pernah dilakukan pentolan Apple, Steve Wozniak dan Steve Jobs.
Aksi terkenal lainnya juga terjadi pada tahun 1983. Kevin Poulsen yang saat itu berusia 17 tahun berhasil menyusup kedalam Arpanet yang dahulu hanya diperuntukkan bagi kalangan universitas, perusahaan, dan militer. Kevin Poulsen juga berhasil memanipulasi kompetisi radio dan memperoleh satu unit Porsche. Pada tahun yang sama, muncul film berjudul War-Games yang mengisahkan remaja yang sangat hobi dengan computer dan berhasil menyusup ke supercomputer milik angkatan bersenjata amerika serikat (AS). Aksi remaja tersebut hamper memicu perang nuklir.
Politik pun merespon, paling tidak di AS. Dengan diberlakukannya “Computer Fraud and Abuse Act” pada tahun 1986. Aksi hacking atau cracking pun resmi dilarang. Hasilnya, banyak orang yang dipenjara walaupun tidak melakukan serangan. Mereka hanya mencari popularitas, bukan uang. Contohnya, Kevin Mitnick yang dijuluki “Condor”. Pada awal 90-an, ia menjadi buronan  paling dicari karana melakukan kejahatan cyber. Ia ditangkap pada tahun 1995 dan divonis lima tahun penjara. Setelah itu, ia dilarang menggunakan telepon, computer dan jaringan data.
Kalau dahulu muncul gerakan “Free Kevin” untuk membebaskan Mitnick, sekarang sepertinya sulit demikian. Cyberspace sekarang ini begitu unimaginable. Jarang sekali muncul tokoh terkenal dalam dunia ini. Kasus pendiri WikiLeaks, Julian Assange memang pengecualian. Selain itu, komunitas hacker masih terpecah pecah. Ada pengelompokkan hacker putih (White Hats), hacker hitam (Black Hats) bahkan abu-abu (Grey Hats). Istilah “hacker” pun masih diperdebatkan. Di dalamnya masih banyak dibingungkan dengan istilah Cracker, Scriptkiddie, Neophyte, Elite Hacker, ataupun Hacktivist.
Untuk kelompok terakhir, termasuk pula grup seperti anonymous dan LulzSec. Kelompok ini lebih bernuansa politis dan ingin menunjukkan bahwa komunitas hacker tidak pernah ada. Hacker “old established” sering mengkritisi serangan dan aksi kelompok ini, terutama Distributed Denial Of Service Attack (DDos) yang menghambat akses ke beberapa website. Kritik tersebut menyatakan bahwa membatasi internet bukanlah sprit  awal hacker ataupun perjuangan menuju internet yang bebas.

0 komentar:

Post a Comment